Senin, 26 April 2010

Obral Murah Sebuah Kehormatan

1
Mereka bertiga. Datang pada saat jam mau pulang kerja. Mereka bertiga. Dengan wajah malu-malu memasuki ruang kerja. Salah seorang dari mereka berpakaian biasa. Dua teman yang mengapitnya berseragam SMA.
"Ada apa?"
'Mmh..Eng..eng..'
"Ada yang bisa dibantu?"
'Engg..ngg...kami...kami..
eh,teman saya ini...mau...mau...engg'
"Mau apa?"
'Dia mau suntik Catin.!'
"Suntik catin?"
Yang di tengah mengangguk.
"Masih sekolah?"
'Masih. Eh,tapi nggak lagi sekarang.'
"Umurnya berapa?"
'17'
"Calon suaminya mana?"
'Mmh..bawa angkot,Pak..'
"Kenapa buru-buru?"
Yang di tengah hanya diam. Mukanya merah. Sesekali menyikut temannya di kiri kanan. Lantas,menunduk.
Dia telah merenggutmu..! Kau telah kehilangan barang berhargamu, dik...Tak menyesalkah engkau?

2
Mereka berdua. Sepasang anak manusia. Laki. Perempuan. Datang di awal pagi.
'Mau minta Surat Keterangan Catin,Pak. Tapi..'
"Tapi apa?"
'Tapi gak disuntik.'
"Kok?"
Si laki hanya tersenyum miring. Perempuan senyum dikulum.
"Kenapa? Kalo mau nikah,harus disuntik. Baru dikasih suratnya"
'Mmh..eng..eng..Pokoknya gak bisa disuntik,Pak.'
"Takut disuntik?"
Kali ini mereka cengengesan. Saling pandang. Kemudian, si laki berbisik,
'Dia udah berisi,Pak'
What??
"Berapa minggu?"
'1 bulan.'
Gila.."Umurnya berapa?"
'Saya 21. Dia 19'
"Udah kerja?"
'Belum.'
"Kenapa? Udah gak tahan?"
Mereka senyam-senyum saja. Malah cengengesan. Tidak ada rasa bersalah.
Kalian melakukannya. Dan sekarang datang dengan tanpa wajah dosa. Apakah orang tua kalian tidak marah?

3
Di awal malam. Dua orang anak muda mengetuk pintu.
'Berobat,Pak'
"Ayo. Silakan masuk."
'Eng..ngg..', salah seorang juga agak gagap memulai bicara.
"Apa yang sakit."
Setengah berbisik,cowok itu mengeluarkan suara.
'Anu saya bernanah.'
"Coba lihat"
Parah.!
"Udah sering? Berapa kali?"
'Mmh..sering,Pak'
"Sama siapa?"
'Ganti-ganti'
MasyaAllah...Saya tak mampu bercakap. Ingin rasanya memberi anak baru gede ini pembelajaran. Tidak usah saja diberi obat. Biar dia merasakan perihnya. Sakitnya. Tapi,sisi lain di hati saya juga bicara. Kasih sajalah obat. Nasehati dia.
"Obatnya cuma satu."
'Apa?'
"Jangan dibuat lagi. Hentikan. Kalau tidak, penyakit ini akan menyebabkan kematian!"
Berbohong untuk kebaikan. Dibolehkan bukan?

4
Aku merenung. Termenung. Memikirkan. Sesuatu yang menurutku begitu agung.

Inilah dunia. Di sini bukan kota. Di sini hanyalah daerah yang mulai latah dengan kemajuan. Mereka hidup di tengah-tengan banyak manusia beriman. Tapi hidup bebas layaknya manusia tak bertuhan. Begitu mudahnya mereka melakukan perbuatan yang mampu membuat Arsy Tuhan bergetar. Membuat mereka dikutuk oleh seisi penduduk langit. Di sini. Di Minang nan tacinto. Di ribuan masjid berdiri. Di ratusan pengkotbah di mimbar berdiri. Di sini. Di negeri yang telah hilang. Kehilangan kehormatannya.

Dan aku hanya bisa merutuk. Mengutuk. Belum mampu tuk sekadar mengetuk. Mengetuk pintu-pintu kesadaran itu.

3 komentar: